Matanya kuyu sudah tak bermaya, apalah yang mampu dilakukan untuk mengubah nasibnya, tulang empat kerat sekadar ada, bukan tak berusaha cuma tak berupaya. Terik matahari terasa mencarik-carik kulitnya yang sudah lusuh bertahun-tahun. Peluh sudah jadi biasa,penat usahlah dikira. Terasa seluruh badannya sakit-sakit, melunjur salah bersila pun salah. Itulah bila badan sudah dimakan usia, natijahnya sama makin hari makin tak berguna. Itulah bisikan hati seorang tua.
Bila datang angin lalu, sejuk seluruh badan,yang sengal jadi bisa. Yang panas jadi dingin, walhal bukanlah hujan yang turun hanya angin menyapa. Tapak kaki seperti disiram air sungai di waktu pagi, membekam membeku.. benar-benar si tua sejuk. Giginya mengertap dan nafasnya laju-laju, dan angin pula seperti gembira mengusik si tua. makin sejuk si tua makin ramai pula rombongan si angin. Lalu si tua bangun , mengensot-ensot masuk ke dalam rumah. terduduk di jendela menatap halaman usang. Mengeluh keseorangan. Berpaling ke isi rumah yang kosong hanya tinggal perabot lama dan tikar buruk yang mungkin sama buruk dengan si tua. Yang menjadi teman hanya sekeping cermin, yang berbual bersama.
cermin... cermin situa tersenyum, ada juga waktu gembira walau sesaat. Bersam cermin si tua berbual. bersama cermin situa berpuisi, bersama cermin situa berceritera... kasihan si tua, anggannya bersama bayang, senyumnya bersama ilusi, tangisnya ditemani bias sendiri... letih-letih si tua... lalu dia tidur...
Esok si tua pasti bangun meneruskan sisa - sisa hidupnya....
No comments:
Post a Comment